LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIKA (PPOK)
A.PENGERTIAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ,bahasa Inggris: Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik. PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran
napas tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan
gambaran gangguan sistemik.
Menurut tinjauan pustaka :
A.
PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan
udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif,
Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
B.
Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus
menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi
berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale)
dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit
primer.(Enggram, B. 1996).
1. Bronkhitis
Kronis
Gangguan
klinis yang ditandai dengan pembentukakn
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun
berturut – turut.
2. Emphysema
Perubahan
anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar.
3. Asthma
Bronkiale
Suatu
penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas
yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
Asthma
dibedakan menjadi 2 :
1. Asthma
Bronkiale Alergenik
2. Asthma
Bronkiale Non Alergenik
Asthma tidak dibahas di sini
karena gejala dan tanda lebih spesifik dan ada pembahasan khusus mengenai
penyakit asma
Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun
atau berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK
karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Onset (awal
terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,
b. Perkembangan
gejala bersifat progresif lambat
c. Riwayat
pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan dan
tempat kerja).
d. Sesak pada
saat melakukan aktivitas.
e. Hambatan aliran
udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).
B.ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah:
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi
untuk berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer, 2001).
C.MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) adalah :
- Batuk
- Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi
menjadi purulen atau mukopurulen.
- Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan
tambahan untuk bernafas (mansjoer, 2001).
Dalam menilai
gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Onset (awal
terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,
b. Perkembangan
gejala bersifat progresif lambat
c. Riwayat
pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan dan tempat kerja)
d. Sesak pada saat
melakukan aktivitas
e. Hambatan aliran
udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).
D. PATOFISIOLOGI
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran
nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan
menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang
berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan
berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran
nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru. (Mansjoer,2001).
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan
nafas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang
berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta
redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami
kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru
secara kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan
difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia.
Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami
kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri
(hiperkapnia) danmenyebabkan asidosis respirastorius individu dengan emfisema
mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk
mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif
selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai
dan dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000).
E.PEMERIKSAAN
PENUNJANG:
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada
diagnosis PPOK antara
lain :
- Radiologi (foto toraks)
- Spirometri
- Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
- Analisa gas darah
- Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
lain :
- Radiologi (foto toraks)
- Spirometri
- Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
- Analisa gas darah
- Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan :
- Paru hiperinflasi atau hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai
berikut :
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai
berikut :
1. PPOK
Ringan
Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
2. PPOK Sedang
Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau
- 50% < VEP1 < 80% prediksi.
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
- Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
- Eksaserbasi lebih sering terjadi
- Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%,
- VEP1 30% dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
2. PPOK Sedang
Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau
- 50% < VEP1 < 80% prediksi.
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
- Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
- Eksaserbasi lebih sering terjadi
- Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%,
- VEP1 30% dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan
medis
penatalaksanaan
medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a.
Berhenti
merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik)
bermanfaat pada 20-40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama
>16 jam memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1
sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga)
memberikan manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit
sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan
perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi
jalan nafas. (Davey, 2002)
G.
Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan
keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1.
Mempertahankan
patensi jalan nafas
2.
Membantu
tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Meningkatkan masukan nutrisi
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya
kondisi
5. Memberikan informasi tentang proses
penyakit/prognosis dan program pengobatan (Doenges, 2000)
Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas
tatalaksana kronik dan tatalaksana eksaserbasi, masing masing sesuai dengan
klasifikasi (derajat) beratnya (Lihat Buku Penemuan dan Tatalaksana PPOK)
Secara umum
tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:
1. Pemberian obat obatan
a. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
digunakan oral atau sistemik
b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik
c. Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi.
Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin kontraindikasi merupakan
1. Pemberian obat obatan
a. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
digunakan oral atau sistemik
b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik
c. Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi.
Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin kontraindikasi merupakan
2. Pengobatan penunjang
a. Rehabilitasi
b. Edukasi
c. Berhenti merokok
d. Latihan fisik dan respirasi
e. Nutrisi
3. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada
PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi
mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan
lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
5. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)
6. Vaksinasi influensa
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi influensa
diberikan pada:
a. Usia di atas 60 tahun
b. PPOK sedang dan berat
a. Rehabilitasi
b. Edukasi
c. Berhenti merokok
d. Latihan fisik dan respirasi
e. Nutrisi
3. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada
PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi
mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan
lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
5. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)
6. Vaksinasi influensa
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi influensa
diberikan pada:
a. Usia di atas 60 tahun
b. PPOK sedang dan berat
G.TANDA
– TANDA DAN GEJALA
A.
Diagnosis dan Klasifikasi (Derajat)
PPOK
Dalam
mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (foto toraks, spirometri dan
lain-lain). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks
dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri
akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan
berat) Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
Anamnesis:
1.
Ada
faktor risiko
- Usia (pertengahan)
- Riwayat pajanan
- Usia (pertengahan)
- Riwayat pajanan
·
Asap rokok
·
Polusi udara
·
Polusi tempat
kerja
2.
Gejala:
Gejala
PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa
dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada
proses penuaan.
- Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan
- Berdahak kronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk
- Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak
- Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan
- Berdahak kronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk
- Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak
Skala Sesak
Skala sesak Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian
Skala sesak Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian
Ø
Pemeriksaan
fisik:
Pada pemeriksaan
fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada
PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada
PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara
bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Inspeksi
- Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
- Pelebaran sela iga
Perkusi
- Hipersonor
Auskultasi
- Fremitus melemah,
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Ronki
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Inspeksi
- Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
- Pelebaran sela iga
Perkusi
- Hipersonor
Auskultasi
- Fremitus melemah,
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Ronki
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)
A. PENGKAJIAN
Pengkajian
dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan
atau dikaji meliputi :
1. Identitas
Pasien
Pada tahap ini
perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan
pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat
Kesehatan
a.
Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi
Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien
dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
c.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama.
d.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
sama.
e.
Riwayat Psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
3. Kebutuhan
Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a.
Bernafas
Kaji
pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b.
Makan dan Minum
Perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan PPOK
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
c.
Eliminasi
Dalam
pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum
dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
d.
Gerak dan Aktivitas
Akibat
sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e.
Istirahat dan tidur
Akibat
sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f.
Kebersihan Diri
Kaji
bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh
orang lain.
g.
Pengaturan suhu tubuh
Cek
suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35 span=""> 35>
h.
Rasa Nyaman
Observasi
adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada meningkat
karena batuk berulang (skala 5)
i.
Rasa Aman
Kaji
pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j.
Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi
apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau temannya.
k.
Bekerja
Tanyakan
pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya pekerjaan
yang dijalaninya.
l.
Ibadah
Ketahui
agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
m.
Rekreasi
Observasi
apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk
rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n.
Pengetahuan atau belajar
Seberapa
besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah
peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan
sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan posisi
dan pengaruh lingkungan.
4. Risiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
C. INTERVENSI
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil
:
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten
b. Mampu
mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
c. Suara
nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas dengan mudah)
Intervensi :
a. Beri
pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional:
Mencegah
terjadinya dehidrasi
b. Ajarkan
dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
Rasional :
Mengajarkan
cara batuk efektif
c. Bantu
dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
Rasional :
Mengatasi sesak
yang dialami pasien
d. Instruksikan
pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
dan asap.
e. Ajarkan
tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan
segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Rasional :
Pemberian
tindakan pengobatan selanjutnya
f. Berikan
antibiotik sesuai yang diharuskan.
2. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
Tujuan :
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas pasien
dapat teratasi
Kriteria Hasil
:
a. Irama,
frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
b. Bunyi
nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a. Kaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi pasien.
b. Baringkan
pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
c. Observasi
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR
dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d. Bantu
dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional
:
Menekan daerah
yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih efektif.
e. Kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hiponia
3. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan posisi
dan pengaruh lingkungan.
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan istirahat dan tidur pasien
terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Pasien
tidak sesak nafas
b. Pasien
dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
c. Pasien
dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
d. Pasien
beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Intervensi :
a. Beri
posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi semi
fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2dan
CO2.
b. Tentukan
kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum
dirawat.
Rasional :
Mengubah pola
yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan
pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat
membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi
gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi
gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.
4. Risiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria
Hasil :
a. Peningkatan
berat badan
b. Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Intervensi :
a. Beri
motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan
seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan
pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi
suara bising usus.
Rasional :
Bising usus
yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan
oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang
kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan
makanan semenarik mungkin.
Rasional
:
Penyajian
makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e. Beri
makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Makanan dalam
porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi
dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP.
Rasional
:
Diet TKTP
sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet
TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi
dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin
dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal,
putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional :
Peningkatan
intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.
C. IMPLEMENTASI
Implementasi
merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap
implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang
telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
D. EVALUASI
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar
H, dkk, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Jual. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi
6. Jakarta: EGC.
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Darmojo;
Martono. (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:
Balai penerbit FKUI.
Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia
A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Smeltzer,
Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Ada yang tau nomor dokter yusuf? Saya Ingin brobat dengan beliau dan saya Ingin sembuh segera.
BalasHapus